SESAT KARENA KESENANGAN SESAAT
Posted by Unknown on Selasa, 01 Mei 2012 | 0 komentar
“Janganlah engkau
mengalami, hidup di bui menahan siksa’…..
Penggalan
lagu jadul itu rasanya sesuai dengan kondisiku saat ini. Aku sudah menghuni ruang tahanan polsek kotaku
selama dua minggu. Ya tentu saja tidak ada enaknya sama sekali.
Mengapa aku sampai ke bui? Semuanya
berawal dari perkenalanku dengan Wawan lewat beberapa kali pertemuan di warnet
untuk bermain game online. Ia mulai
sering bertandang ke kos Aji, temanku, tempat di mana gangku biasa ngumpul. Di mataku dan kawan-kawanku,orangnya
menyenangkan dan nyambung diajak ngobrol walaupun usianya beberapa tahun
di atas kami..
Suatu hari di kos, Wawan menawari kami sesuatu berupa bubuk
kristal dan alat penghisap seperti cerutu,
:Aku
punya sesuatu yang bisa membawa kita ke awing-awang. Ayo kita coba memakai ini
bersama.” ajaknya.
“Apa
ini?” Tanya Andi.
“Inilah
yang dinamakan shabu-shabu. Masak kalian sama sekali tidak tahu? Ah, kalian nggak gaul, nggak seru kalo belum
pernah make ini.
“Shabu-shabu?
Berarti ini narkoba? Narkoba kan
dilarang pemerintah dan ajaran agama?. kataku dengan naïf.
Wawan tertawa.”Apa alasannya dilarang agama. Yang dilarang
dalam ajaran Islam adalah sesuatu yang memabukkan. Barang ini sama sekali tidak
memabukkan malah menguntungkanku.. Kalau aku menggunakannya, justru aku menjadi
semakin produktif dalam menjalani pekerjaanku sebagai sales sepeda motor. Nggak ada rasa capek sama sekali bila
aku pergi ke luar kota,
Aku jadi semakin percaya diri menghadapi pelanggan. Ayolah coba saja, ini
gratis.” Ia lalu memberi contoh cara memakainya.
Pertama Andi mencoba, lalu Aji, lalu Banu, Jay yang paling
penakut di antara kami berlima, terlihat ragu-ragu. Tapi lalu mengikuti
menghisap. Tinggal aku………
Shabu-shabu,
narkoba, candu, kata-kata itu terngiang-ngiang di kepalaku. Apa betul narkoba
itu candu?Ah aku malah ingin membuktikannya. Selanjutnya yang ada hanyalah
perasaan sejahtera yang menakjubkan……………
Beberapa bulan berlalu sejak pemakaianku yang pertama.
Wawan, aku, dan gangku yang lain, kecuali Jay, beberapa kali berkumpul untuk
nyabu bersama. Apakah aku mencandu? kupikir tidak. Tidak ada perilaku yang
berbeda, kuliahku lancar, aku tetap anak yang manis di mata orang tuaku. Toh,
hanya sebulan sekali. Jika tidak sedang nyabu, aku baik-baik saja. Aku tahu
shabu harganya mahal dan tidak tahu bagaimana mendapatkannya, Jadi aku dan
teman-teman hanya nyabu, jika Wawan datang menawarkannya. .
Suatu sore Wawan datang ke rumahku.
“Ijinkan
aku bermalam di rumahmu malam ini ya? Kunci kamar kosku hilang, tukang kunci sudah
tutup, dan pemilik kos sedang tidak di rumah, jadi aku tidak bisa mendapatlan
kunci cadangan.”
:Iyalah
nggak pa pa.” Aku mengenalkannya pada
orang tuaku.
Ketika kami sedang asyik bermain game di kamar, bapak
mengetuk pintu kamar, mengatakan ada orang yang mencariku, Aku menemui orang
itu, yang ternyata adalah polisi, dan kemudian membawaku dan Wawan ke kantor
polisi. Ibuku menangis dan bapak hanya termangu tidak dapat berbuat apa pun.
****
Dan terdamparlah aku di rumah tahanan ini. Proses demi proses
penyidikan kujalani..Waktu terasa berjalan begitu lamban. Kedua kakak laki-lakiku
yang telah berkeluarga rajin mengunjungi dan memberi dukungan. Lewat merekalah
aku tahu bahwa ibu terserang stroke
dan menjalani perawatan di rumah sakit. Bapak tidak bisa menjenguk karena
merawat ibu. Aku semakin merasa bersalah, ibu sakit pasti karena memikirkanku.
Dari kasak kusuk sesama penghuni tahanan, katanya ada celah
untuk keluar dari tahanan dengan cara membayar sejumah uang kepada petugas
hukum. Aku mengatakan hal itu kepada kedua kakakku.
“Maaf
Reyhan, bapak sudah wanti-wanti, untuk tidak melakukan usaha apa pun di luar
jalur hukum, termasuk menyuap” kata mas Bian. ‘Kamu salah, tapi kamu bisa
memperbaiki diri dengan cara ini.: .
‘Ya mas….”,
aku masygul mendengar jawaban mas Bian, tapi apa yang bisa kuperbuat?
Sebulan di rumah tahanan, bapak
menjengukku. “Bapak……………….” aku berlari memeluk kaki bapak, dan menangis
tersedu-sedu, Bapak menarikku berdiri, dan memelukku. “Bagaimana kabarmu Nak?”
Masih larut dalam air mata aku menjawab “Aku kangen Bapak. Bagaimana dengan
ibu?”
“Ibumu
sudah membaik, sekarang, tapi kondisinya belum memungkinkan untuk ke sini.
Maafkan bapak, bapak tidak akan melakukan upaya apa pun untuk membebaskanmu.
Biarlah hukum yang bicara, Kalau kamu salah, bapak merelakanmu dihukum. Ini bapak
lakukan bukan karena tidak sayang padamu. Justru inilah upaya bapak untuk meperbaikimu..
Bapak tidak menyangka kalau kau terjerat narkoba.”
“Aku tidak mencandu bapak, Aku hanya menggunakannya untuk
bersenang-senang.
“Apa pun itu kau tetap salah. Mungkin bapak dan ibu juga
salah dalam mendidikmu. Semua ini cobaan dari Allah, kami tidak menyalahkanmu
dan akan selalu menyayangimu.:: .
Dukungan bapak dan kakak-kakakku,
membuatku kuat menjalani semuanya. dan
bertekad untuk kembali ke jalan yang benar.
Akhirnya palu hakim diketok, dengan
vonis hukuman berupa rehabilitasi di rumah sakit jiwa.
***
Gerbang Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, menyambutku saat
aku diantar oleh petugas kejaksaan untuk menjalani rehabilitasi.
Tiga puluh hari selanjutnya aku tinggal di ruang VIP RSJ
Surakarta. Banyak sekali manfaat yang kudapat. Psikiater, perawat, dan petugas
rumah sakit yang lain, sangat membantu. Aku menjalani psikoterapi dan
konseling. Aku dibantu menemukan makna hidupku kembali dan menetapkan tujuan
hidup yang ingin kuraih. Menurut psikiater yang merawatku penggunaan narkobaku
baru pada taraf rekreasi, yang apabila tidak segera diterapi akan berlanjut
menjadi kecanduan atau ketergantungan.. Status penggunaan rekrasional itu
mempermudah aku keluar dari jeratan narkoba. Ada juga bimbingan spiritual, terapi gerak, terapi
musik, dan terapi okupasi. Waktu luang yang banyak, aku isi dengan sholat,
dzikir, dan membaca Al Qur;an. Aku
menolak jika ada teman yang mau berkunjung. Aku hanya mau dikunjungi oleh
keluargaku,
Setelah sebulan, aku diperbolehkan pulang tapi harus
menjalani rawat jalan, seminggu sekali selama tiga bulan. Yah, aku jalani saja
walaupun jujur sering aku merasa bosan. Secara acak, Sering aku diminta menjalani
test urine yang hasilnya tentu saja negatif, karena aku tidak pernah
menggunakan shabu lagi.
Kudengar Wawan dihukum entah berapa tahun, karena terbukti
sebagai pengedar. Banu, Andi, dan Aji juga menjalani rehabilitasi di RSJ Surakarta, setelah aku
keluar dari tempat itu. Sedangkan Jay, tidak tertangkap polisi. Berbahagialah
ia karena sifatnya yang penakut, menghindarkannya dari masalah.
Selepas rehabilitasi aku melanjutkan kuliahku yang hanya
tinggal skripsi. Terhapus sebagian rasa bersalahku, ketika melihat wajah-wajah
bahagia keluargaku. Kebahagiaanku terasa makin lengkap karena aku bertemu
dengan Mia, yang dengan tulus mencintai dan mau menikah denganku walaupun aku
pernah menyandang status TAHANAN NARKOBA.
Jadi, inilah kehidupanku sekarang sebagai seorang suami dan
ayah dari anak perempuan berusia 1 tahun, Aku dan Mia membuka rumah makan di
sekitar kampusku dulu. Alhamdulillah laris karena berada di lokasi pemukiman
mahasiswa. Selain itu aku juga aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak
dalam usaha pencegahan narkoba di kalangan remaja. (ADHE)
0 komentar for "SESAT KARENA KESENANGAN SESAAT"