Mengapa Mereka Merokok...?

Posted by Unknown on Sabtu, 05 Mei 2012 | 0 komentar



Siapa tak kenal dengan benda berbentuk silinder, berisi irisan daun tembakau, berukuran panjang 7 – 12 cm dan diameter sekitar 5 – 7 mm ini. Walaupun di setiap kemasannya telah tercantum peringatan tentang bahaya menghisap rokok, tampaknya hal ini tidak menjadikan para perokok menghentikan kebiasaan mereka. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD-FEUI) memaparkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional mengenai prevalensi merokok penduduk Indonesia usia 15 tahun keatas menurut jenis kelamin sejak tahun 1995 – 2010. Prevalensi merokok penduduk berusia 15 tahun keatas melonjak dari 27% pada tahun 1995 menjadi 34,7% pada tahun 2010. Untuk periode 1995 – 2010 perokok pria terus meningkat dari 53% pada tahun 1995 menjadi 66% pada tahun 2010. Sementara itu, prevalensi perokok wanita sebesar 1,7% pada tahun 1995 meningkat menjadi 4,2% pada tahun 2010.
Berikut pengalaman dari para perokok, baik yang masih aktif sampai sekarang, ataupun yang sudah berhenti.

SN, 27 tahun, Perawat.
Pertama kali merokok waktu semester awal kuliah. Saat itu saya kos, sehingga ada sedikit kebebasan dalam menghisap rokok. Saya menghindari merokok di rumah, karena ibu saya sangat sensitif dengan asap rokok. Kalaupun merokok di rumah, saya lakukan di dalam kamar, biasanya ketika sedang suntuk. Sebelum itu saya tidak tertarik dengan rokok karena teman – teman dekat saya juga bukan perokok. Merokok terasa membantu meningkatkan produktivitas saya dalam mengerjakan tugas – tugas kuliah, apalagi yang dikerjakan sampai larut malam, rokok dan kopi adalah teman setia saat itu.
Saya bukan termasuk perokok berat, satu atau dua batang rokok saja sehabis makan siang atau malam. Itupun tergantung teman, kalau teman merokok, ya saya ikut merokok, tapi kalau tidak, saya juga tidak merokok. Tentu saja saya mengetahui bahaya merokok, tapi karena efek yang saya rasakan dari menghisap rokok itu cukup menyenangkan, saya tidak begitu perduli dengan peringatan yang tertera di bungkus rokok. Istri saya tidak suka bila saya merokok, karena itulah semenjak menikah 3 bulan yang lalu saya berusaha mengurangi frekuensi merokok, sekarang tinggal 1 sampai 3 batang seminggu. Masih sulit menghindari kalau ditawari rokok oleh teman, biasanya sehabis makan atau ketika sedang cangkrukan (mengobrol-red).  Keinginan untuk berhenti total tentu saja ada. Apalagi sekarang yang harus saya khawatirkan bukan saja kesehatan saya sendiri, tetapi juga istri saya dan calon anak kami. Semoga dalam beberapa bulan kedepan, saya bisa berhenti total dari kegiatan hisap menghisap ini.

JR, 42 Tahun, PNS.
Pertama kali merokok waktu SMA, tapi waktu itu hanya coba – coba. Hanya sekali dan tidak berlanjut, karena waktu itu dada saya sesak dan muntah – muntah. Ayah saya seorang perokok berat, demikian pula adik – adik saya. Mereka bahkan merokok lebih dulu daripada saya.
Saat semester 4 di bangku kuliah, saya mulai menjadi perokok aktif. Pemicunya adalah pergaulan. Teman – teman dekat saya saat kuliah kebetulan adalah para perokok, mereka merokok tiap kali habis makan, dan ketika mengerjakan tugas. Waktu itu saya menghabiskan sekitar 5 -6 batang sehari, tidak pernah sampai satu bungkus sehari.
Selama 4 tahun rokok menjadi bagian dari hidup saya. Alhamdulillah, setelah itu saya mulai banyak mempelajari masalah agama, bergaul dengan teman yang aktif dalam pengajian, sehingga motivasi untuk berhenti merokok muncul. Dalam menghentikan kebiasaan merokok itu saya melakukannya dengan total, tidak secara bertahap, karena menurut saya kalau memang ingin berhenti ya harus sepenuhnya, tidak setengah – setengah. Dengan tekad yang kuat, usaha saya berhasil, saya bisa berhenti total dari merokok, sampai sekarang.

P , 34 tahun, Karyawan swasta
Saya Pertama kali merokok saat duduk di bangku SMP kelas 3. Terpengaruh oleh bujuk rayu teman yang mengatakan kalau mau jadi pria sejati, harus merokok. Kebiasaan itu terus berlanjut sampai kuliah. Saya tahu bahaya dari setiap batang rokok yang dihisap, tapi karena sudah menjadi kebiasaan dan saya merasa ada yang kurang bila tidak menghisap rokok maka kebiasaan itu terus berlanjut. Saat semester 3 saya merasakan gangguan pernafasan dan mulai tidak nyaman bila merokok.
Termotivasi oleh pacar, akhirnya saya berhenti merokok. Lima tahun setelah itu, ketika sudah menikah dan memasuki dunia kerja yang baru, saya mulai merokok lagi karena terpengaruh teman kerja. Sering berpergian keluar kota bersama mereka, kami merokok setiap selesai makan, atau sambil melaksanakan pekerjaan di lapangan. Awalnya saya menolak, tapi karena rasa sungkan, akhirnya ikut merokok juga. Alhamdulillah kebiasaan itu berhenti total berkat istri yang selalu protes kalau menemukan rokok di tas kerja dan mencium aroma rokok dari pakaian atau tubuh saya serta rajin mengingatkan bahaya rokok bagi diri sendiri dan keluarga yang saya cintai.



HK, Semarang, 30 tahun, wiraswastawan
Pertama kali menghisap rokok kelas 1 SMP, waktu itu lagi nongkrong bareng teman – teman di kantin sepulang sekolah. Salah satu teman menawari rokok yang di ambilnya dari kamar kakaknya. “njajal siji ki bareng – bareng yoo!!” (Kita coba satu batang ini bersama- sama yuk!) katanya waktu itu. Hisapan pertama terasa sesak di dada, tetapi karena desakan teman – teman, tetap saya lanjutkan. Sejak itu cukup lama saya tidak menghisap rokok, karena batuk dan takut dimarahi ibu. Saya mulai mencoba rokok lagi ketika kelas 2 SMA karena semua teman saya saat itu perokok.
Berbagai jenis rokok saya coba sampai akhirnya saya menemukan merk rokok yang tidak membuat batuk dan sesak nafas. Saat itu entah kenapa semua nasehat dan larangan orang tua ataupun guru tentang bahaya merokok tidak saya pedulikan. Saya terus merokok sampai usia 27 tahun. Mulai dari tiga batang sehari (sebatang setiap selesai makan) sampai 2 bungkus sehari.
Kesadaran untuk berhenti merokok muncul ketika mengikuti workshop di salah satu universitas di Semarang, saat itu salah satu pembicaranya memberikan simulasi perhitungan uang yang telah saya bakar selama saya merokok. Ternyata waktu itu saya mendapatkan angka yang fantastis. Seorang pengangguran ternyata membakar uang seharga 12 gr emas setiap tahunnya. Sejak itu saya bertekad menyisihkan uang yang biasa saya gunakan untuk membeli rokok untuk menambah modal usaha dagang yang saya rintis. Setiap ada keinginan untuk merokok saya minum air putih sebanyak – banyaknya (pernah saya coba ganti makan permen, tapi lidah saya lama – lama sakit). Alhamdulillah sekarang sudah 3 tahun saya bebas dari rokok, usaha dagang saya lancar, dan saya juga bisa menabung untuk persiapan menikah. Tanpa rokok keuangan saya lebih tertata dan hemat.



JW, 27 tahun, Karyawan
Orang yang menginspirasi untuk merokok adalah kakak sulung saya. Ketika masih kelas 4 SD, saya memergoki kakak sedang asyik merokok bersama teman – temannya. Kakak pandai sekali membuat bentuk – bentuk dari asap rokok yang keluar dari mulutnya, saya ingin menirunya. Waktu saya cerita kalau melihatnya merokok, kakak marah besar dan melarang keras saya untuk merokok. Tetapi karena keinginan yang kuat untuk terlihat keren, saya tetap nekad menghisap rokok walaupun hanya sebatang sampai dua batang sehari.
Seingat saya jumlah rokok terbanyak yang pernah saya hisap dalam sehari saat SMP hanya sejumlah 3 batang. Menginjak masa SMA konsumsi rokok semakin meningkat. Mungkin masa itulah saat saya mulai kecanduan rokok. Saya tidak merasa lapar atau lemas bila tidak makan, tapi bila tidak merokok, badan saya jadi terasa tak bertenaga. Pada Masa itu saya menghabiskan 1 bungkus sehari. Efek buruk yang saya rasakan dari rokok saat itu hanyalah gigi yang kecoklatan dan nafas yang tidak segar walaupun saya rajin menggosok gigi.
Keinginan saya untuk berhenti merokok dipicu kejadian terjatuhnya saya ketika bermain bola bersama teman – teman di lapangan dekat rumah. Waktu itu kaki saya patah, harus dirujuk ke rumah sakit. Saat itu Ayah meminta tidak hanya kaki saja yang di rontgen, tetapi paru – paru juga. Dari hasil rontgen di ketahui ada flek yang mulai muncul di paru – paru saya. Mengetahui hal itu saya merasa khawatir, saya belum mau mati atau terkena kanker di usia semuda ini.
Maka sejak itu saya bertekad untuk berhenti merokok. Saya mengganti kebiasaan merokok dengan makan. Makan sebanyak – banyaknya, nasi, mie, jajanan saya lahap semua. Hasilnya waktu itu, saya bisa berhenti merokok selama 1 bulan, tapi berat badan saya pun bertambah 3 Kg. Tak ingin bertambah berat dengan tak terkendali, saya mengalihkan pengganti rokok saya dengan belimbing wuluh yang di tanam di depan rumah. Setiap ada rasa ingin merokok, saya ambil belimbing wuluh yang asam itu, saya makan sampai rasa ingin merokok itu hilang dan perhatian saya teralihkan. Alhamdulillah usaha saya berhasil. Saya bisa berhenti total dari merokok setelah perjuangan panjang selama setahun. Cukup lama memang, karena ada masanya saya kembali terjebak dalam rokok yaitu ketika saya memberi kelonggaran pada diri sendiri untuk menghisap sebatang rokok, dengan alasan “kangen merokok”, atau “Cuma sebatang”.  Sekarang saya sudah 10 tahun hidup tanpa rokok, saya rasa kondisi saya lebih fit dibanding ketika saya masih menjadi perokok.

0 komentar for "Mengapa Mereka Merokok...?"

Posting Komentar

Klik

  • Serius...
  • Harap tenang ya...
  • Hmmm enaaaak...
  • Harap antri...
  • Tensi saya berapa pak...
  • Ya bu...
  • Asyiiiik...
  • Siap....

Subscription

Silakan Masukkan E-mail Anda untuk mendapatkan Berita terbaru

Tim Redaksi Bina Jiwa

Recent News